Jumat, 19 Juli 2013

Memilih Sumber Daya Manusia Kompeten

Oleh Kiki Kurniawan S. Psi

Bismillahirahmannirahim.
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Para pembaca yang di rahmati Allah. Pernah suatu ketika anak saya (Kirana 3th) suatu malam mau makan bubur. Karena tidak ada yang jual bubur di malam hari maka saya putuskan untuk membuat sendiri. Saya sering makan bubur, tapi tidak punya pengalaman membuat bubur. Saya pikir ah keliatannya kalo bikin bubur itu mudah. Saya lalu menyiapkan bahan dan peralatan. Antara lain wajan, sendok makan, beras dan air bersih. Singkat cerita, saya lalu mulai memasak bubur. Memasak nasi dan bubur saya pikir tentulah tidak jauh berbeda. Tinggal kasi air lebih banyak dari memasak nasi., dan jadi deh. Pikir saya. Tapi kenyataannya tidak demikian. Setelah beras dalam wajan mendidih, ia tak kunjung lembut, sehingga saya harus terus mengaduk-aduk beras tersebut agar tidak lengket dan mengeras. Karena saya mengaduk dengan sendok makan, maka lama-lama tangan saya semakin pegal, adukan terasa makin keras, tangan menjadi panas karena dekat dengan wajan, air mulai menyusut tapi tidak menunjukkan tanda-tanda nasi akan menjadi bubur. Lalu saya tambahkan lagi air matang. Ternyata masih kurang. Saya tambah sampai beberapa kali, sambil terus mengaduk-aduk. Keringat pun mulai bercucuran, tangan kanan dan dangan kiri silih berganti mengaduk nasi yang sengah bubur itu. Pikiran berkecamuk, jadi nggak ni bubur ya?. Belum lagi ternyata nasi itu mengembang. Prediksi saya meleset. Wajan yang saya gunakan ternyata tidak mampu menampung 3 gelas beras yang saya masukkan, sehingga membuat saya kerepotan harus mengganti dengan wajan yang lebih besar lagi. Aduk, aduk, dan aduk terus sambil menambah air dikit demi sedikit. Karena bubur tidak boleh menjadi terlalu kental atau terlalu encer, harus pas.
Perjuangan membuat bubur akhirnya saya cukupkan. Saya rasa, benda ini sudah bisa saya katakan bubur.  misi selesai. Kurang lebih satu jam saya berjuang, anak saya sudah ngantuk. bubur pun jadi begitu banyak. Anak saya makan sedikit, saya dan istri pun sudah makan cukup banyak tapi juga tidak mampu menghabiskan bubur bikinan saya itu. Jika bersisa sampai pagi tentu sudah tidak berselera.
Ada pepatah mengatakan ‘nasi telah menjadi bubur’. Pepatah itu ternyata tidaklah dapat disamakan dengan teknik membuat bubur. Bubur bukanlah nasi yang terlampau lembek, atau nasi yang gagal dimasak kaerena kebanyakan air. Membuat bubur perlu teknik dan peralatan yang tidak sama dengan mananak nasi. Seperti yang saya sampaikan sebelumnya, saya memang sering makan bubur, tapi tidak pernah membuat bubur. lantas, sering makan bubur tidak serta merta membuat saya jadi bisa membuat bubur. Perlu dari sekedar kemauan dan motivasi untuk dapat membuat bubur. seperti pengetahuan, pengalaman, keterampilan, dan tentunya cita rasa.
Pengalaman saya ini membuat saya belajar banyak. Bahwa untuk menciptakan produk yang unggul perlu sumber daya manusia yang berkompeten. Produk ungul itu bisa macam-macam. Bisa barang, jasa, ide kreatif, program kerja atau apapun.
Khususnya di dalam organisasi atau perusahaan, bagaimana nasibnya jika salah memasukkan SDM. Atau dengan kata lain SDM yang menjadi motor perusahaan tidak memiliki kompetensi untuk membuat perusaan lebih maju.
Dari mana mulanya kesalahan ini? Jawabnya dari rekrutment.
Bagaimana jika sudah terlanjur? Jawabnya adalah melakukan pelatihan, resikonya akan keluar biaya dan menyita waktu dan tenaga. Namun, untuk kebaikan, hal ini patut dilakukan.
Maka dari itu, sebelum mendapatkan SDM yang tepat, perlu adanya seleksi karyawan. Seleksi karyawan biasanya dilakukan dengan metode-metode tertentu, seperti tes psikologi, tes praktek, wawancara dengan metode tertentu dan lain sebagainya. Untuk melakukan prosedur tes pun tidak semua orang dapat melakukan. Bahkan pemilik atau manajer perusahaan sekalipun. Tujuannya semata-mata untuk menghindari subjektivitas. Seleksi karyawan lazimnya dilakukan oleh HRD atau bagian personalia, namun apabila organisasi atau perusahaan belum memiliki dukungan bidang tersebut, perusahaan dapat menggunakan jasa konsultan psikologi. Tidak menutup kemungkinan, untuk rekrutment dengan cakupan yang luas, atau untuk tujuan tertentu, perusahaan juga dapat menggunakan jasa konsultan psikologi.
Apakah biayanya mahal? Pertanyaan itu akan sangat dapat dijawab dengan kepuasan memiliki SDM berkualitas, loyal, menjadikan perusahaan lebih maju dan akhirnya menciptakan produk yang unggul yang memiliki cita rasa.
Terima kasih, semoga cerita dan pengalaman yang saya sampaikan dapat bermanfaat bagi pembaca semua

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar